Sejumlah nelayan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak Dinas Perikanan dan Kelautan UPTD Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Tenau untuk secepatnya menyelesaikan kasus penangkapan kapal pengguna pancing ulur (hand line) yang ditangkap oleh para nelayan.
"Kami harapkan agar pihak yang menyelidiki kasus ini bisa segera menyelesaikannya, dan mencari tahu mafia dibalik kasus pencurian dan penangkapan ikan dengan alat-alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di perairan NTT," kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Kupang, Maxi Ndun di Kupang, Rabu, (20/4/2016).
Sebelumnya, pada Sabtu 16 April 2016, sebanyak tiga kapal yang memuat puluhan nelayan Kota Kupang mengejar sejumlah kapal porsain yang menangkap ikan dengan pukat hela di perairan Kolbano, Timur Tengah Selatan, NTT.
Namun, saat dilakukan pengejaran, hanya sebuah kapal "hand line" bernama KMN Kupang Jaya-III asal Bali yang berhasil ditangkap dan digiring menuju PPI Tenau Kupang untuk ditahan.
Maxi melanjutkan, kasus ini sudah sampai ke pemerintah pusat, sehingga diharapkan, penyelidikan kasus ini harus segera diselesaikan dengan mendatangkan pemilik kapal serta perusahaan yang menaungi Kapal Porsain yang beroperasi di wilayah NTT.
"Nelayan Kupang dan beberapa nelayan dari daratan Flores juga mendesak hal yang sama. Kalau memang tidak bisa menyelesaikan, para nelayan sepakat untuk membakar kapal milik perusahaan PT. Putra Jaya Kota, Benoa Bali tersebut," tambahnya.
Apalagi lanjutnya, pascapenangkapan kapal itu, beberapa oknum berusaha untuk mengintervensi dan mengambil alih penyelidikan tersebut.
Denny, seorang nelayan yang mendapat tugas menjaga kapal tangkapan mengatakan, pada Senin 18 April 2016, beberapa oknum dari Satuan Polisi Air Polda NTT datang ke PPI mendesak agar penyelidikan kapal itu dilakukan oleh mereka (Satpol air) dan mengamankan ABK yang ditahan dengan alasan keamanan ABK.
"Kami tolak. Nelayan semuanya sepakat untuk tidak mau memberikan kapal itu ke pihak Satpol Air Polda NTT, dan sempat terjadi keributan antara nelayan Kupang dan PolAir," tutur Denny.
Ia menjelaskan, Satpol Air juga menyebarkan isu yang tidak benar, jika para ABK itu disiksa dan tidak diberi makan saat ditahan oleh nelayan Kupang.
"Mereka juga nelayan seperti kami, jadi mana mungkin mereka kami siksa. Mereka juga mencari makan dan hanya mengikuti perintah dari perusahaan tempat mereka bekerja," tutur Denny.
Sumber : okezone.com
No comments:
Post a Comment